Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mahfudzot Kelas 4 KMI Gontor Beserta Arti dan Penjelasannya (1)


قَالَ الإِمَامُ الشَّافِعِيُّ (المُتَوَفَّى سَنَةَ ٢۰٤ هـ) فيِ مَدْحِ السَفَرِ
Kata Imam Syafii (Wafat 204 H) Tentang Pujian Merantau

مَا فيِ المُقَامِ لِذِيْ عَقْلٍ وَذِيْ أَدَبٍ # مِنْ رَاحَةٍ فَدَعِ الأَوْطَانَ وَاغْتَرِبِ
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضًا عَمَّنْ تُفَارِقُهُ # وَانْصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَ العَيْشِ فيِ النَصَبِ
إِنِّيْ رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءِ يُفْسِدُهُ # إِنْ سَالَ طَابَ وَإِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
وَالأُسْدُ لَوْلَا فِرَاقُ الغَابِ مَا افْتَرَسَتْ # وَالسَّهْمُ لَوْلَا فِرَاقُ القَوْسِ لَمْ يُصِبِ
وَالشَمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الفُلْكِ دَايِمَةً # لَمَلَّهَا النَاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنْ عَرَبِ
وَالتِبْرُ كَالتُرْبِ مُلْقًى فِيْ أَمَاكِنِهِ # وَالعُوْدُ فِيْ أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنَ الحَطَبِ

المُفْرَدَاتُ (Kosa Kata)
عِوَضٌ : بَدَلٌ : Pengganti
أُسْدٌ مف أَسَدٌ : Singa
الغَابُ : Semak belukar
السَّهْمُ : Anak panah
القَوْسُ : Busur panah
العُجْمُ : العَجَمُ : Non-Arab
التِّبْرُ : Emas mentah / biji emas
العُوْدُ : Kayu gaharu

Terjemahan:
Tidak ada istilah diam dan santai bagi orang yang memiliki akal dan adab. Maka tinggalkanlah kampung halaman dan merantaulah.
Merantaulah, niscaya akan kau dapatkan pengganti bagi orang yang kau tinggalkan. Berusahalah, karena nikmatnya hidup itu ada dalam usaha.
Sesungguhnya aku melihat diamnya air itu membuatnya menjadi buruk. Air itu menjadi baik jika mengalir, dan menjadi buruk jika tidak mengalir.
Singa itu jika tidak keluar dari semak-semak, tak akan mendapatkan mangsa. Demikian pula anak panah itu jika tidak melesat dari busurnya, tidak akan mengenai sasaran.
Matahari itu kalau menetap di porosnya selamanya. Pasti bosan padanya semua orang, baik dari kalangan Arab maupun non-Arab.
Emas mentah itu sama seperti tanah, kalau terus berada di tempatnya. Demikian pula kayu gaharu juga hanya akan menjadi kayu bakar jika menetap di tanah.

Syarah / Penjelasan dan Kesimpulan:
Seorang yang berakal itu tak boleh diam bersantai-santai saja di kampung halamannya, karena ia harusnya tak boleh puas begitu saja dengan pengalaman dan ilmu yang ia dapatkan di kampung halaman sendiri. Hendaklah ia merantau mencari pengalaman dan ilmu baru di tanah orang. Namun ketika ia telah merantau, ia juga tak perlu risau memikirkan orang-orang yang ditinggalkannya di kampung halaman, karena sesungguhnya ia pasti akan menemukan pengganti berupa teman dan para sahabat baru di tanah rantau. Ia juga tak boleh malas untuk berusaha, karena sebenarnya nikmatnya hidup itu justru terletak pada usaha. Karena itu kita sering mendengar orang mengatakan bahwa: harta sedikit hasil jerih payah sendiri itu lebih berkah dan lebih berarti daripada harta hasil pemberian cuma-cuma orang lain, wallahu a’lam..

Imam Syafi’i mengibaratkan orang yang merantau itu seperti air mengalir. Maksudnya ialah bahwa air itu jika tidak mengalir, justru akan membusuk di tempat. Air itu harus mengalir untuk menjaga kesegarannya. Demikian pula dengan anak manusia yang tidak pernah pergi ke mana-mana, tak akan pernah berkembang menjadi lebih baik.

Singa itu jika tidur saja di sarangnya di dalam hutan dan tidak berkelana ke mana-mana akan mati kelaparan karena tak akan mendapatkan mangsa. Sama halnya dengan anak panah yang tak pernah meninggalkan busur panah, maka tak akan pernah mengenai sasarannya, sepandai apapun orang yang memegang busur tersebut.

Selain itu, matahari yang bersinar menyinari bumi itu tak akan indah tanpa adanya perputaran bumi yang menyebabkan adanya pergantian siang dan malam, karena manusia itu adalah makhluk yang cepat bosan terhadap sesuatu yang ‘jalan di tempat’ dan tak mengalami perubahan.

Sementara itu emas mentah yang tercampur dengan tanah, akan selamanya menjadi ‘bagian dari tanah’ itu jika ia tidak dipisahkan darinya. Demikian pula dengan kayu gaharu yang bernilai ekonomis tinggi hanya bernilai seperti kayu bakar saja jika ia tetap berada dalam tumpukan batang-batang kayu lainnya dan tak pernah diolah menjadi komoditas berharga.

Sama halnya dengan anak manusia yang tak pernah merantau meninggalkan kampung halamannya, maka bisa jadi banyak sekali potensi dan keunggulannya yang ‘terkubur begitu saja’ dan mungkin tak akan pernah diketahui orang banyak, akhirnya ia pun hanya dianggap sebagai salah satu ‘pemuda kampung’ saja, diperlakukan sama seperti ‘awam/masyarakat umum’ lainnya, walaupun dalam dirinya terdapat segudang potensi yang sebenarnya dapat dikembangkan.

(Untuk Kata Mutiara Lainnya : Kumpulan Mahfudzot Kelas 1 - 5 KMI Gontor)

Posting Komentar untuk "Mahfudzot Kelas 4 KMI Gontor Beserta Arti dan Penjelasannya (1)"